" Katakanlah, "Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan bumi. ..." (Q.S. Yunus : 101)

Laman

Minggu, 22 Januari 2012

i, you, and other

cerpen pertamaku (atau keberapa ya?? *lupa)  saat smp ............       gagagagaggagaggagagagje   :D    senengnya bukan main pas tau jadi juga nih cerpen, padahal dulu nggak suka nulis, eh alhamdulillah pas smp bisa ngedokumentasiin nih cerpen   ^^





 “H
ei temen-temen, kita acak-acak rambutnya Faruq yuuuuuuuk….….” ajakku iseng. Tanpa kuduga ternyata hampir semua teman cowokku langsung menghampiri Faruq yang duduk di sebelahku. Aku memang suka menjahili
Faruq. Tak tahu kenapa. Lhoh, lhoh kok muka Faruq memerah?? Dia seperti mau…….NANGIS!!! Tanpa kusadari ternyata…….. “Naya, sedang apa kamu?!?!” teriak Bu Ina dari depan pintu. Ah, mati aku…….!!!


“Naya, kamu mau berangkat sekolah nggak sih?!?” kata seseorang yang sedang membuka tirai kamarku, yang ternyata adalah ibuku. Waaah, ternyata aku cumi, cuman mimpi. Tapi, memang pernah terjadi sih.
Ibuku masih terus mengomel karena aku tak juga bangun. “Bu, sebenernya aku nggak berangkat sekolah juga nggak papa kok.” bujukku. “Terserah kamu. Tapi kalau nanti ada pengumuman atau apa gimana?” jawab Ibuku. Aku tak bisa berkutik kalau Ibuku sudah jawab memakai kata ‘Terserah’. Tapi aku di sekolah mau ngapain? Sepertinya semua urusan sudah selesai, dan hanya menunggu cap tiga jari saja. Tapi, taka pa deh. Sekalian aku bisa ketemu Satria?? Ketemu?! I don’t think so. Melihatnya saja cukup.
Oh iya, namaku Nayana Annisa. Aku biasa dipanggil Naya. Sekarang aku duduk di kelas XII di sebuah SMA di kotaku. Sebenernya aku tinggal menunggu pengumuman cap tiga jari. Karena Alhamdulillah aku sudah diterima di sebuah Universitas Negeri di Solo. Singkat cerita, sejak kelas 3 SD, aku menyukai Faruq. Mungkin bukan suka, tapi aku belum tahu apa tepatnya. Tapi karena sejak lulus aku tak pernah “kontek”an dengannya, dan walaupun aku masih menyukainya, maka perasaanku ini patut dipertanyakan. Hal ini juga dikarenakan aku mengenal Satria di SMA dan sedikit tertarik dengannya_yang menjadikanku sedikit mulai mengurangi pikiranku tentang Faruq. Tapi, aku hanya ingin menjadi teman  mereka, dan tak ingin lebih.
Tapi kenapa juga kelasku harus bersebelahan dengan kelasnya. Bikin gerah saja. “Satria, pulang yuk.” ajak Mila_pacar Satria sambil menggandeng tangan Satria dan mengajaknya pergi. Ada sesuatu yang berkecamuk di diriku. Tapi harus ku tahan. Tak boleh ada rasa seperti itu.


“Eh, tahun ini kita jadi kumpul-kumpul ga’ nih?” tanya Zahra saat kami_aku dan sahabat-sahabatku sedang berkumpul. “Jadi donk. Tapi kita mau pergi kemana ya?” jawab Reva. “Gimana kalo’ kita ke Pantai saja?” jawab Ais. “Hei Naya! Ngelamun apa sih? Pasti ngelamunin Faruq lagi ya?” kata Reva membuyarkan lamunanku. “Mmm ga’ koq. Oh ya, Ais. Kamu tahu ga’ Faruq mau nglanjutin kemana?” kataku. “Oh Faruq, aku ga’ tahu. Soalnya dari kelas X aku ga’ pernah satu kelas sama dia. Emangnya kenapa, Nay?” ”Ga’ papa sih. Cuman pengen tahu aja. Eh ya, aku setuju koq kalo’ kita ke Pantai” jawabku mencoba mengembalikan pembicaraan. “Aku kira Satria. Eh, ternyata Faruq…” kata Reva  menggodaku. Sebentar lagi aku kuliah, jauh deh dari orang-orang yang aku sayangi...
“Assalamu’alaikum…” salam seseorang mengagetkanku. “Walaikummus…salam. Faruq…” jawabku. Oh ya Allah, ternyata Faruq. Semoga aja aku ga’ kelihatan terlalu seneng. “Hai Naya.” sapa Faruq. “Yuk masuk. Ada angin apa nih, tumben kesini.” kataku sambil mempersilakannya masuk.
“Mmm gini, temen-temen SD ngajak reunian. Gimana?”
“Reunian ya? Ya deh, aku ikut.”
“Syukur deh kalo’ gitu. Soalnya kamu emang harus ikut.”
“…….”
“Ga’ usah bingung. Kami sepakat kalo’ kamu jadi ketua panitianya. Hehe. Mau kan? Mau ya?” rayu Faruq.
“Tapi aku juga udah jadi panitia kumpul-kumpul di SMP…”
“Tenang aja nanti aku bantuin deh.”
“Ok. Tapi kamu jadi pembantuku ya…’
“Wakil maksudnya?”
“Apalah terserah. Yang penting kamu mesti sering-sering bantu aku ya. Deal?”
“Deal.” jawabnya sambil kami berjabatanan tangan.
“Sekarang kita mau ngebahas apa? Mau bikin undangan? Panitia yang lain mana?”
“Tenang aja. Semua udah beres,res,res.”
“Iurannya?”
“Udah lunas semua. Tinggal kamu aja yang belum.”
“Lha itu udah beres semua. Kenapa harus aku yang jadi ketuanya?”
“Hehe…, jangan sewot gitu dong. Kan tadi kamu udah setuju buat jadi ketua panitianya. Kamu juga kan sering jadi ketua. Lagiyan anak-anak maunya kamu. Soalnya kamu itu gampang disuruh-suruh.”
“Emangnya aku pembantu?”
“Tenang. Tenang. Nanti pas belanja kita bareng deh. Nanti tak beliin es krim sama balon, supaya kamu ga’ marah lagi. Hehe…”
“Huh, aku bukan anak kecil tau…”
“Ya udah deh, aku pulang dulu ya. Besok kita langsung belanja. Nanti tak jemput deh. Wassalamu’alaikum…”
“Walaikummussalam…”
Ya Allah, makasih. Engkau telah mempertemukan kembali aku dengan Faruq yang telah terpisahkan oleh waktu. Hehe…, bahasanya dalem banget. Besok pergi sama Faruq. Ahhh, seneng banget…. Tapi koq sekarang yang seperti anak kecil malahan aku ya? Ga’ papa deh. I LIKE YOU, FARUQ!!! Lhoohh?!
“Naya, kita mau kemana lagi sie? Kita kan seharusnya gladi bersih buat lusa.” kata Faruq saat aku menajaknya pergi.
“Udah deh, jangan cerewet. Aku udah nitip tugas sama seksi perlengkapannya. Mereka ga’ komplain. Kenapa malah kamu yang komplain?”
“Ya ga’ gitu. Apa kata mereka kalo’ tahu kita malah keluyuran?”
“Mereka fine fine aja. Aku bilang sama mereka kalo’ kita mau ngejenguk temenku.”
“Ngejenguk? Emang siapa yang sakit? Koq arahnya ke bioskop?”
“Emang. Kamu mau nonton ga’?”
“Ya mau lah. Kita mau ngedate ya, Nay?”
“Ya ga’ lah. Ini sebagai tanda terimakasih aku, karena kamu udah banyak bantuin aku. Tapi, terserahlah…”
“Ooo…”
“Rev, masa’ Zack ngajak aku doubledate. Sama Satria lagi…” kata Zahra dari ujung telepon.
“Ya bagus dong. Berarti sama Naya juga kan?” jawab Reva di ujung telepon yang lain.
“Lha itu masalahnya. Pastinya kami doubledatenya sama Satria dan Mila lah.”
“Mila pacarnya Satria yang sering diceritain Naya itu?”
“Yap, tepat banget. Udah Zack mintanya maksa lagi.”
“Lho koq bisa?”
Din!! Din!!
“Rev, udah dulu ya. Zack udah jemput tuh. Nanti aku ceritain lewat sms aja ya.”
“Ok.”
Tuut… Tuut…
“Aduh, sabar…sabar…. Kata Zack, aku mesti pura-pura senyum. Ga’ boleh kelihatan marah.” kata Zahra dalam hati.
“Hai Zahra…” panggil Mila SKSD.
“Hai juga” jawab Zahra datar, sambil terus pura-pura senyum.
“Say, kita langsung go on aja yuk. Udah panas nih.” kata Mila sambil merangkul pinggang Satria.
“Say?! Dia bilang say?! Emang sih pacaran, tapi ga’ usah gitu-gitu amat kali.” kata Zahra tapi cuman dalam hati.
“Ra, maaf ya. Aku tahu kamu ga’ suka sama ini semua.” kata Zack seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Zahra.
“Ya ga’ papa. Tapi, gimana kalo’ Naya sampai tahu kita jalan bareng sama mereka?! Aku mau bilang apa Zack?!” kata Zahra cemas.
“Moga-moga aja Naya ga’ tahu. Lagiyan gimana ya? Aku udah janji sama Satria mau nemenin dia?”
“Eh Zack, emangnya bener Mila yang nolongin satria?” tanya Zahra ga’ percaya.
“Kata Satria sih gitu. Tapi kata dokternya, yang nolongin dan nungguin Satria ada dua orang. Yang satu cowok, yang satunya lagi cewek. Tapi pas Satria sadar, yang ada cuman yang cewek. Ya Mila itu. Tapi aku sama Satria masih bingung, siapa cowok itu.”
“Mungkin sohibnya Mila.”
“Kami juga beranggapan begitu. Tapi pas Satria Tanya sama Mila, dari awal juga Mila nungguinnya sendirian.”
“Satrianya percaya/”
“Ya begitulah…”
“Mil, emangnya kita mau nonton film apa sih? Dari tadi koq cuman mutar-muter.” kata Zahra saat mereka terus berkeliling bioskop. Dia tidak mempedulikan Zack yang sepertinya tidak suka dia ngomong seperti itu. “Ya Mil. Nanti filmnya keburu main. Kita mau nonton apa?” tanya  Satria. “Mmm,film horor aja ya. Biar romantis…” jawab Mila sambil memandang Zahra. Zahra cuman tersenyum simpul. Tapi dalam hati, “Huhh, nyebelin!!” Mereka  ga’ sadar kalo’ ada yang mendekati mereka. “Zahra! Zack!” panggilku. Kebetulan banget ketemu mereka disini, pikirku. “Naya!!” kata Zack dan Zahra kaget. Mungkin jantung mereka berdetak lebih kencang. Mereka cuman bisa menunggu apa yang sebentar lagi bakalan terjadi.
“Hai, Naya…” sapa Mila saat melihatku.
“Lhoohh, Mila. Koq bisa kebetulan gini sih. Kamu sama sia…pa…” kataku basa-basi dan langsung terputus saat melihat seseorang di sebelahnya.
“Nih. Aku lagi doubledate sama Satria, Zack, dan Zahra. Kalo’ kamu mau ikut, kita jadi tripledate deh. Itu cowok yang kemaren kan?” ajak Mila saat melihatku dengan Faruq. Dia ga’ tahu hatiku miris, seperti diiris tipis-tipis, dan cuman bisa mringis.
“Tripledate?!?!” kata Zack dan Zahra-lagi-lagi dengan nada kaget.
“Ya deh, ga’ papa kan, Ruq?” tanyaku pada Faruq. Semoga aja suaraku ga’ terdengar bergetar.
“Ga’ masalah. Lhoohh, Naya, itu kan cowok yang…” kata Faruq saat melihat Satria. Buru-buru kuinjak kakinya. Maaf ya, Ruq, kataku dalam hati.
“Ok. Kami ikut.” jawabku sambil tersenyum.
“Gitu dong. Jadi tambah rame kan. Naya, kita emang jodoh ya. Baru beberapa hari yang lalu kita ketemu. Eh, sekarang ketemu lagi.” kata Mila senang.
“Naya, katanya kita mau nonton film komedi. Koq malah nonton film horor sih. Ga’ asik ah.” kata Faruq saat kami membeli tiket film horor.
“Besok kita kesini lagi.” jawabku tanpa berpikir panjang.
“Besok kan kita mesti periksa perlengkapan.”
“Sorenya kan bisa.” jawabku datar.
Faruq cuman menganggukkan kepala.
Saat memasuki bioskop, kebingungan masih menyelimuti Satria, Zack, dan Zahra. Mereka masih bingung dengan ucapan Mila tadi. “Ya Allah, semoga aku bisa sabar…” doaku dalam hati saat melihat Mila menggandeng tangan Satria.
Di dalam bioskop kebetulan bangku kami berada paling belakang dan berjejeran. Begini urutannya: Mila, Satria, Zack, Zahra, aku, Faruq.
Mila berlagak takut sambil sesekali memeluk dan memegang tangan Satria.
Satria ga’ ada respon. Pikirannya melayang, entah kemana.
Zack masih merasa bersalah dan terus memperhatikan Zahra.
Zahra sepertinya dari tadi terus memperhatikan aku dan Faruq, sambil sesekali melirik Mila dan Satria.
Aku sama Faruq, mendingan ngobrol aja deh. Kami kan sama-sama ga’ suka film horor. Ngobrol ngalor-ngidul. Supaya ga’ kebawa suasana gitu. Tapi ga’ kuat juga…. “Ruq, aku ke toilet dulu ya.” kataku. “Mau aku anterin?” tawarnya. ‘Ga deh. Ga’ usah.” kataku sambil tersenyum. “Naya, mau kemana?” tanya Zahra khawatir. “Toilet.” jawabku singkat. “Aku ikut.” kata Zahra sambil berdiri mengikutiku. “Ra, mau kemana?” tanya Zack. “Toilet. Kenapa? Mau ikut?” jawab Zahra ketus. Zack cuman menggelengkan kepala karena ngerasa Zahra masih marah. Di toilet, Zahra langsung memojokkanku.
“Nay, kamu gimana sih. Koq malah jalan berdua sama Faruq. Kenapa kamu malah diem aja pas ngeliyat mereka berdua, seolah ga’ peduli? Mestinya kamu nolak pas diajak tripledate tadi.” serang Zahra ga’ peduli kalo’ semua mata tertuju ke arah kami.
“Aku…aku…aku cuman ga’ mau Mila sama Faruq tahu kalo’ aku suka sama Satria…”
“Sampai kapan? Udah bertahun-tahun kamu masih betah kayak gini?”
“Aku…. Trus kenapa kamu malah doubledate sama mereka?” serangku balik.
“….…”
“Zack, itu yang namanya Satria ya?” kata Faruq sambil bergeser tempat duduk mendekati Zack.
“Iya. Emangnya kenapa? Lhoh, kamu koq bisa tahu aku dan Satria?”
“Tahu aja.” jawab Faruq datar sambil tersenyum.
“Eh, Zahra sama Naya koq lama banget ya. Filmnya udah mau selesai lagi. Kita ke sana aja yuk. Aku khawatir nih.”
“Yuk.”
“Zack, mau kemana?” tanya Satria saat menyadari teman-temannya mulai pergi.
“Aku sama Faruq mau nyari Zahra dan Naya. Dari tadi koq ga’ balik-balik.”
“Aku ikut.”
“Satria, mau kemana?” Tanya Mila saat Satria melepaskan pegangan tangannya.
“Mau nyari Naya sama Zahra.”
“Kamu disini aja, nemenin aku. Biarin aja mereka yang nyari.”
“Kamu mau ikut ga’?”
“Ya deh, aku ikut.”
Buukk!!! Sampainya di luar bioskop Faruq langsung memberi bogem mentahnya pada Satria. Tapi Satria cuman diam, tidak membalas. Keadaan yang sepi membuat mereka seperti film yang tidak laku. “Hei, kamu kenapa?! Apa salahku?!” kata Satria setelah Faruq tidak memukulinya lagi. “Salah kamu?! Kamu ga’ nyadar?! Kamu ga’ tahu atau ga’ mau tahu sih?! Aku kira kamu emang cowok baik. Aku ga’ akan ngebiarin Naya ngalamin kejadian kayak aku dulu.” serang Faruq. “Ruq, udah berhenti. Kamu ga’ tahu kejadian yang sebenernya!” kata Zack mencoba nenangin Faruq saat Faruq akan member bogem mentahnya lagi pada Satria. Dan saat itu aku dan Zahra keluar dari toilet. Zahra terus-terusan memojokkanku. Yah, begitulah Zahra. Itulah bentuk nyata Zahra untuk menyadarkanku. Tapi aku pengen nangis. Aku ga’ tahu kenapa. Apa karena Zahra?! Atau karena ngeliyat Faruq mau mukulin Satria?! Aku ga’ tahu! Aku pengen lari!! Aku pengen pergi!! Aku ga’ peduli sama panggilan mereka!! Aku ga’ peduli!!
Esoknya aku menelepon Faruq, meminta maaf karena kemarin udah ninggalin dia. Dan dia juga mesti ngejelasin apa yang terjadi kemarin.
“Ruq, maaf ya, kemarin aku udah ninggalin kamu…”
“Its ok. Kamu udah ga’ marah lagi kan sama aku?”
“Aku ga’ marah koq sama kamu. Tapi kamu mesti ngejelasin apa yang sebenernya terjadi kemarin ya.”
“Mmm, ok deh bos. Nanti kita jadi nonton kan?”
“Ok.”
Akhirnya bisa juga nonton bareng sama Faruq. Dan kuharap kali ini bisa berjalan lancar.
“Nay, kenapa sih kemarin kamu nangis?” tanya Faruq saat sampai di depan gerbang rumahku.
“Maaf. Aku lagi ga’ kepengen ngebahas itu.”
“Ok.”
“Trus, kenapa kamu mukulin Satria?”
“….…”
“Kenapa, Ruq?!” tanyaku dengan nada mulai meninggi.
“Itu karena kamu, Naya. Aku pengen nanya. Kenapa kamu cuman diam pas ngeliyat mereka bareng?!” serang Faruq.
“Itu bukan urusan kamu!!”
“Nay, aku temen kamu. Kamu bisa cerita sama aku.”
“Apa peduli kamu?! Dulu saat aku suka sama kamu, kamu juga ga’ peduli kan?!” aku langsung menutup mulutku dan berlari. Dan semoga Faruq tak mendengar kalimatku yang terakhir itu.
“Naya…” kata Faruq masih bingung dan kaget tentunya.
Jarak dari gerbang sumahku sampai rumahku terasa begitu jauh. Padahal jaraknya cuman 10 meter. Lhoh, aku ga’ lagi mimpi kan? Koq Satria bisa di rumahku? Kupelankan langkahku dan kucoba untuk tenang.
“Itu Naya. Ibu tinggal ke dalam dulu ya.” kata Ibuku saat melihatku.
“Hai Naya.” sapa Zack.
“Hai. Zack. Tumben nih kesini.” jawabku sambil mencoba buat tersenyum.
“Nih, ada yang mau ngomong.” kata Zack sambil menyenggol Satria.
“Nay, maaf ya. Mungkin aku memang salah. Aku ga’ peduli sama perasaan kamu. Tapi, bukannya kamu yang bilang kamu ga’ peduli sama aku? …”
Aku cuman menganggukkan kepala. Dan memang itu yang bisa aku lakuin. Aku seperti ga’ denger apa yang selanjutnya Satria katakan padaku. Suaranya terdengar seperti dengungan lebah. Aku masih kepikiran tentang Faruq. Sampai…
“…Kemarin pas Faruq mukulin aku, dia bilang dia ga’ bakalan biarin kamu ngalamin kejadian seperti dia dulu. Aku rasa, dia dulu suka sama kamu…”
Faruq, Faruq suka sama aku? Ga’ mungkin. Dari dulu dia ga’ peduli sama perasaanku.
“Nay. Nay. Hey, jangan ngelamun dong.” kata Satria membuyarkan lamunanku.
“Ah, maaf. Aku ngantuk.”
“Oh ya udah deh. Ini juga udah malem. Kami pamit pulang aja deh. Salam ya buat ibu kamu. Wassalamu’alaikum…’
“Walaikummussalam…”
Aku bener-bener pusing. Pikiranku dipenuhi semua tentang Faruq. Ada apa ya? Dan juga, baru tadi aku bertengkar sama Faruq. “Naya, temen kamu itu sudah nunggu kamu dari tadi lho. Ga’ lama setelah kamu pergi, mereka datang. Udah Ibu suruh mereka datang lagi nanti, tapi mereka ga’ mau. Emangnya ada apa, Nay? Kayaknya koq penting banget” kata Ibuku. “Ga’ ada papa koq, bu. Nay tidur dulu ya, bu. Udah ngantuk nih.” jawabku. Ibuku hanya terdiam, mungkin bingung. Tapi dia pasti tahu kalo’ aku lagi ada masalah.
Esoknya aku dikejutkan oleh sebuah berita. Faruq dikeroyok orang!! Bergegas aku langsung ngejenguk Faruq. “Faruq, aku bakalan nungguin kamu sampai kamu bangun…” kataku pada Faruq. Aku seperti orang gila. Orang lagi tidur koq diajak ngomong. Tak berapa lama aku pun tertidur, dan aku seperti ngeliyat sebuah mimpi yang indah. Aku melihat Satria dan Faruq dengan santainya ngobrol bareng.
“Sat, maaf ya tempo hari aku mukulin kamu. Sekarang aku udah tahu kejadian yang sebenernya.” kata Faruq.
“Ga’ papa koq. Emangnya kamu tahu dari siapa. Aku kira Naya ga’ tahu kejadiannya.”
“Aku tahu dari Reva.”
“Reva??”
“Reva itu sepupuku.”
“Oh, pantesan kamu tahu semua yang terjadi sama Naya.”
“Sat, sebagai permintaanmaafku, minggu depan kamu mesti datang ke acara pertunanganku ya.”
“Tunangan? Secepat itu, Ruq? Sama Naya?!” kata Satria kaget.
“Bukan, bukan sama Naya. Tapi sama seseorang yang dulu nolongin aku pas aku ngerasa sendirian karena Naya…”
Hening…
“Sat, satu lagi. Sebenernya yang nolongin kamu pas kecelakaan itu Naya, bukan Mila. Waktu Naya ngeliyat kamu, dia langsung cemas. Dia takut banget kalo’ kamu kenapa-napa. Dari situ aku tahu kalo’ kamu Satria. Aku sempet ngiri, mungkin ga’ ya Naya kayak gitu sama aku…. Eh, koq aku malah nglantur.”
“Ga’ papa koq, Ruq. Aku rasa ga’. Dulu pas kelas 7 aku pernah denger Naya nyebut-nyebut nama kamu. Dulu aku sempet bingung. Nih anak katanya suka sama aku. Tapi koq kalo’ nyebut-nyebut nama Faruq mukanya langsung sumringah. Eh, koq malah gantiyan aku yang curhat ya.” kata Satria sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mereka pun tertawa bersama-sama.
“Tapi aku ga’ mungkin sama Naya, Sat. minggu depan kan aku tunangan.”
Hening lagi…
“Eh ya, Ruq. Mila nitip salam sama kamu. Katanya maaf. Sebenernya Mila yang secara ga’ langsung nyuruh temen-temennya-yang juga ga’ rela kamu mukulin aku buat ngeroyokin kamu. Dia ga’ rela kamu mukulin aku tempo hari. Cewek itu emang aneh ya.”
“Oh, gitu ya…”
“Naya tidurnya nyenyak banget ya.”
“Kayaknya kecapekan deh. Kata suster, dia nungguin aku dari pagi.”
“Kamu udah ngomong sama Naya kalo’ kamu mau tunangan?”
“Belum. Aku ga’ tega. Nanti aja deh, lihat sikon dulu.”
Ini mimpi atau bukan sih? Koq terasa nyata. Semoga ini cumi, cuman mimpi…
Ternyata dulu bukan mimpi. Faruq bener-bener mau tunangan. Tapi ga’ papalah. Sekarang aku udah kuliah. Dan mungkin juga aku kayak dulu lagi, suka sama orang lain lagi. Selamat datang masa kuliahku!! Kataku senang dalam hati.
“Naya!” panggil seseorang yang suaranya mirip…
“Faruq!!” jawabku kaget.
“Lhoh, kamu koq bisa disini?”
“Ya aku mau kuliah dong.”
“Bukannya kamu udah tunangan?”
“Emangnya orang yang udah tunangan ga’ boleh kuliah?”
“Ya ga’ gitu juga.” kataku masih ga’ percaya Faruq ada disini.
“Aku ga’ jadi tunangan koq. Ana mau ngertiin aku. Dia bilang sama orangtua kami kalo’ dia ga’ mau nikah muda, dan juga dia juga udah punya orang laen. Eh, orangtua kami percaya gitu aja. Padahal sih itu cuman karangan Ana”
‘….…’
“Bingung ya? Udah deh ga’ usah dipikirin. Yang penting kamu seneng kan aku bisa disini.” goda Faruq.
“Apaan sih?” kataku malu.
“Ini udah 7 tahun lho. Katanya kalo’ udah 7 tahun kamu mau bilang sama aku kalo’ kamu dulu suka sama aku. Iya kan?” godanya lagi.
“Kamu, kamu tahu dari siapa?”
“Dari Reva.”
“Reva?!”
“Reva itu sepupuku. Hehe…”
“Uhhh, licik…”
Aku langsung mengejar Faruq. Entah sudah berapa lama aku ga’ ngerasain seperti ini lagi. Kalo’ nanti ketangkep, bakalan aku acak-acak rambutnya sampai nangis. Eh, dia bakalan nangis ga’ sih?? “Faruq!! Jangan lari kamu!!” teriakku sambil ketawa-tawa. Tanpa kami sadari ternyata dari tadi ada seseorang yang terus memperhatikan kami… SATRIA!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar