" Katakanlah, "Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan bumi. ..." (Q.S. Yunus : 101)

Laman

Rabu, 12 September 2012

PKM-GT MORATORIUM PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAN MENCEGAH PENYALAHGUNAAN LAHAN DI KOTA SEMARANG

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA 
JUDUL PROGRAM 

MORATORIUM PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAN MENCEGAH PENYALAHGUNAAN LAHAN DI KOTA SEMARANG 

Bidang Kegiatan: 
PKM-GT 

Diusulkan Oleh: 
TIARA KARTIKA CENDANISARI (21040111060032 / Angkatan 2011)
NURHAYATI (21040111060052 / Angkatan 2011) 
HAPOSAN GABRIEL HIDAYAT G (21040111060014 / Angkatan 2011) 

UNIVERSITAS DIPONEGORO 
SEMARANG 2012

RINGKASAN 
Kota Semarang selain sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah juga memiliki beberapa alasan yang membuat pertambahan penduduknya semakin meningkat. Hal tersebut membuat adanya peningkatan akan kebutuhan ruang yang berjalan sejajar dengan pertambahan penduduk yang tercermin dalam pembangunan yang dilaksanakan, yang kemudian menyulap lahan produktif seperti persawahan ataupun melakukan pengeprasan bukit menjadi sebuah bangunan yang mereka rencanakan karena lahan yang mereka perlukan adalah lahan datar. Peristiwa tersebut dikarenakan pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya akan ruang semakin meningkat, sedangkan luas lahan terbatas. 
Berkaitan dengan hal tersebut selain adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan Instruksi Presiden No. 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 20 Mei 2011 yang merupakan penundaan pemberian izin baru selama 2 tahun untuk penggunaan lahan hutan alam primer dan lahan gambut dengan beberapa pengecualian. Namun, pelanggaran masih saja tetap terjadi, mungkin karena belum menyentuh area lahan produktif seperti sawah yang kemudian menjadi penyebab adanya konversi lahan di sana. Hal tersebut akan berdampak pada kurangnya hasil produksi beras yang kemudian berimbas pada ketahanan pangan nasional serta mengubah kehidupan petani dan keluarganya. Selain itu, panitia khusus (Pansus) Raperda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Kota Semarang melarang pembangunan pabrik di Kecamatan Mijen, Ngaliyan, dan Gunungpati. 
Setelah Perda RTRW disahkan, terdapat pelarangan pabrik yang berdiri di kawasan konservasi tersebut. Pabrik-pabrik diharapkan didirikan di kawasan industri yang sudah disediakan. (Fauzi:2011) 
Sehingga kemudian kami menggagas adanya moratorium penggunaan lahan sebagai upaya pengendalian pembangunan dan mencegah adanya penyalahgunaan lahan. Moratorium adalah sebuah kegiatan penundaan pemberian izin baru (REDD+). Jadi, moratorium penggunaan lahan yang kami gagas adalah penundaan pemberian izin baru terhadap penggunaan lahan dengan tetap mengizinkan pembangunan pemerintah yang bersifat vital dan pembangunan swasta yang telah mendapatkan izin sebelum moratorium ditetapkan. Selain itu, moratorium penggunaan lahan juga mendukung adanya KLHS yang tengah diberlakukan. Hal tersebut juga dilandasi dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berisi tentang pentingnya KLHS sebelum menerbitkan perda, karena pemerintah diwajibkan membuat kajian mendalam mengenai keadaan lingkungan hidup dan kesesuaian lahan. 
Untuk mewujudkan moratorium, diperlukan sinergi antara pemerintah dan stakholder. Pertama kali yang harus dilakukan adalah mencari akar permasalahan, kemudian melakukan pengkajian terhadap faktor terkait, mengadakan FGD (Forum Group Discussion) terkait adanya pengalihfungsian lahan, menentukan kebijakan moratorium, serta mencari solusi terbaik untuk pembangunan berkelanjutan agar generasi mendatang tidak mendapatkan dampak negatif dari adanya penyalahgunaan lahan yang dilakukan. Dengan moratorium yang ditetapkan, pemerintah bisa melakukan pengawasan dan pengendalian pembangunan di Kota Semarang agar lahan digunakan sesuai dengan fungsinya. 


PENDAHULUAN 
Latar Belakang 

Kota Semarang selain sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah juga memiliki beberapa alasan yang membuat pertambahan penduduknya semakin meningkat, diantaranya karena tata letak kota yang strategis serta memiliki bangunan bersejarah seperti Lawang Sewu, Kota Lama, Sam Poo Kong, dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat adanya peningkatan akan kebutuhan lahan yang tercermin dalam pembangunan yang dijalankan, baik oleh pemerintah, investor ataupun masyarakat untuk melakukan penambangan ataupun mendirikan bangunan seperti pabrik, real estate, perumahan, mall, serta bangunan lainnya, yang kemudian menyulap lahan produktif seperti persawahan ataupun melakukan pengeprasan bukit menjadi sebuah bangunan yang mereka rencanakan karena lahan yang mereka perlukan adalah lahan datar. Peristiwa tersebut dikarenakan pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya akan ruang semakin meningkat, sedangkan luas lahan terbatas. 
Menurut Adisasmita (2006:161), untuk menghadapi atau menampung perkembangan dan pembangunan perkotaan dalam jangka panjang mendatang, maka penggunaan atau pemanfaatan lahan perkotaan perlu ditata dan dikelola. Pengendalian penggunaan lahan memang sudah dilaksanakan, terlebih setelah munculnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 20 Mei 2011 lalu, namun masih saja ada lahan yang disulap menjadi bangunan. 
Berkaitan dengan hal tersebut kami menggagas adanya moratorium penggunaan lahan sebagai upaya pengendalian pembangunan dan mencegah adanya penyalahgunaan lahan. Moratorium adalah sebuah kegiatan penundaan pemberian izin baru (REDD+) secara sebagian atau keseluruhan. Jadi, moratorium penggunaan lahan adalah penundaan pemberian izin baru selama kurun waktu tertentu. Selain itu, moratorium penggunaan lahan juga mendukung adanya KLHS yang tengah diberlakukan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan atau program (definisi KLHS dalam RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). KLHS bertujuan untuk memberi kontribusi terhadap proses pengambilan keputusan agar keputusan yang diambil berorientasi pada keberlanjutan dan lingkungan hidup, memperkuat dan memfasilitasi AMDAL, dan Mendorong pendekatan atau cara baru untuk pengambilan keputusan (Koesrijanti, 2007:6). Hal tersebut juga dilandasi dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 pasal 15 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berisi tentang pentingnya KLHS bagi pemerintah dan pemerintah daerah. Upaya tersebut sebagai bentuk antisipasi sejak dini terhadap kerusakan lahan, sehingga tidak menimbulkan dampak besar bagi kerusakan lingkungan. 

TUJUAN DAN MANFAAT 
Tujuan 
Gagasan ini bertujuan untuk mengajak pemerintah melakukan pengendalian pengkonversian lahan secara tegas, selain itu pemerintah bisa meninjau kembali pembangunan yang telah ada di Kota Semarang dan meninjau ulang izin pembangunan yang masuk untuk melakukan pembangunan baru, serta melakukan pengawasan dan pengendalian terkait penggunaan lahan. 
Manfaat 
Manfaat dari adanya gagasan ini bagi 
a. Generasi muda 
Generasi muda mengetahui adanya penggunaan lahan di Kota Semarang dan bisa membantu dalam pengontrolan penggunaan lahan di sekitarnya serta diharapkan bisa mengelola penggunaan lahan di Kota Semarang secara bijaksana di kemudian hari. 
b. Masyarakat 
· Masyarakat mengetahui adanya penggunaan lahan di Kota Semarang sehingga diharapkan bisa lebih bijaksana dalam penggunaannya. 
· Masyarakat tidak dengan mudah menjual lahan mereka kepada pihak swasta. 
c. Pemerintah 
· Mengerem laju pertumbuhan pengkonversian lahan. 
· Sebagai referensi pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan pembangunan fisik secara berimbang. 
· Membantu pemerintah memiliki waktu untuk meninjau kembali pembangunan yang ada dan meninjau ulang izin pembangunan yang masuk untuk melakukan pembangunan baru. 
· Membantu pemerintah dalam merencanakan pembangunan berkelanjutan yang seimbang. 
· Merencanakan pemanfaatan penggunaan lahan produktif dan non produktif secara maksimal dan seimbang. 


GAGASAN 

Kondisi Kekinian Kota Semarang 
Kini Kota Semarang sedang melakukan pembangunan dan penambangan. Mulai dari pembangunan permukiman, tempat kos, serta penambangan galian. Beberapa daerah atas di Kota Semarang seperti Tembalang dan Banyumanik, kini kondisi lingkungannya sudah tidak sehat. Seperti misalnya adanya penambangan galian C, yang dioperasikan oleh perusahaan penambang rekanan Kodam, di bukit Sigarbencah, Meteseh, Bulusan, Tembalang, yang belum mendapat resmi dari pemerintah kota, namun sudah mulai melakukan operasi kegiatannya. Tanah yang dikepras untuk pemerataan itu oleh penambang tak sesuai dengan kesepakatan bersama Kodam, karena tanah keprasan dibawa ke Bandara (Ahmad Yani) dan Graha Estetika (Joko : 2012). Selain itu juga terdapat pengalihfungsian lahan sawah yang diubah menjadi perumahan di sekitar Graha Estetika. Jika hal tersebut tetap dibiarkan, tentunya akan merembet ke wilayah sekitarnya. 
Pada tahun 2010, Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Jawa Tengah telah diberlakukan. Otomatis, setiap kabupaten/kota di Jawa Tengah harus segera menyusun Perda RTRW Kabupaten/Kota. Pada Perda RTRW Provinsi Jateng, Pemprov tidak mempertimbangkan secara cermat mengenai penataan dan pemanfaatan ruang. Terlihat dari ditetapkannya kawasan lindung pegunungan karst Kendheng Selatan sebagai kawasan pertambangan/industri. Tentu saja hal tersebut melanggar perundangan yang lebih tinggi, yakni UU Tata Ruang Nasional. Kekeliruan dan kecerobohan penataan dan pemanfaatan lahan ini disebabkan karena perda ini mengabaikan nilai penting dari dokumen KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). KLHS menjadi penting karena sebelum menerbitkan perda, pemerintah diwajibkan membuat suatu kajian mendalam mengenai keadaan lingkungan hidup. 

Solusi yang Pernah Ditawarkan atau Diterapkan Sebelumnya Untuk Mencegah Pengalihfungsian Lahan Kota Semarang 
Selain adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 20 Mei 2011 lalu sebagai bagian dari strategi nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, sekaligus mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Instruksi ini, yang secara umum dikenal sebagai moratorium, merupakan penundaan pemberian izin baru selama 2 tahun untuk hutan alam primer dan lahan gambut dengan beberapa pengecualian. Dalam Inpres tersebut, pengecualian diberikan untuk penggunaan hutan alam primer dan lahan gambut untuk geotermal, ketenagalistrikan, minyak bumi dan gas, lahan untuk padi dan tebu, serta restorasi ekosistem. Pengecualian juga diberikan bagi permohonan yang telah memperoleh persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan. Namun, kenyataannya pelanggaran masih saja tetap terjadi, mungkin karena belum meyentuh area lahan produktif seperti sawah yang kemudian terjadi konversi lahan di sana. Hal tersebut akan berdampak pada kurangnya hasil produksi beras yang kemudian akan berimbas pada ketahanan pangan nasional serta mengubah kehidupan petani dan keluarganya yang menggantungkan kehidupannya di sawah atau lahan produktif lainnya. Namun, pemerintah desa terkait tidak bisa melakukan tindakan karena petani sendirilah yang menjual lahan mereka. Maka, dibutuhkan kebijaksanaan dan ketegasan dari pemerintah kabupaten/kota untuk mengambil tindakan. 
Selain itu, juga terdapat panitia khusus (Pansus) Raperda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Kota Semarang melarang pembangunan pabrik di Kecamatan Mijen, Ngaliyan, dan Gunungpati. 
Tiga kecamatan tersebut akan dijadikan kawasan konservasi lingkungan untuk menekan tingkat polusi udara di kota Semarang. Setelah Perda RTRW disahkan, terdapat pelarangan adanya pabrik yang berdiri di kawasan konservasi tersebut. Pabrik-pabrik yang akan berdiri di Kota Semarang diharapkan didirikan di kawasan industri yang sudah disediakan. Pembahasan Raperda RTRW akan segera diselesaikan, agar wilayah konservasi tidak banyak dicemari oleh polusi. (Fauzi:2011) 

Kondisi Kota Semarang dengan Diterapkannya Moratorium Penggunaan Lahan 
Orang akan lebih tertib dan disiplin apabila diterapkan peraturan. Dengan adanya moratorium penggunaan lahan maka pembangunan di Kota Semarang akan lebih terkendali. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan lahan di Kota Semarang secara maksimal. Upaya tersebut sebagai bentuk antisipasi sejak dini terhadap kerusakan lahan, sehingga tidak menimbulkan dampak besar bagi kerusakan lingkungan. Pemerintah bisa melakukan peninjauan kembali terhadap pembangunan yang telah ada dan izin pembangunan yang masuk untuk melakukan pembangunan baru. Selain itu pemerintah juga merencanakan pembangunan berkelanjutan yang berimbang, merencanakan pemanfaatan penggunaan lahan produktif dan non produktif secara maksimal dan seimbang, serta membatasi penggunaan lahan untuk pembangunan yang berlebihan. Disamping menetapkan moratorium sebagai peraturan sementara, pemerintah juga bisa merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan atau rencana detail tata ruang kota (RDTRK) jika memang diperlukan, serta lebih bijaksana dan tegas dalam melaksanakan peraturan. 

Pihak-Pihak yang Dipertimbangkan Dapat Membantu Mengimplementasikan Moratorium Penggunaan Lahan dan Uraian Peran atau Kontribusi Masing-Masing 
Moratorium ini dicanangkan oleh pemerintah daerah Kota Semarang dengan bantuan DPR, dinas terkait, serta jajaran pemerintahan lainnya baik pemerintahan pusat ataupun pemerintahan desa. Selain itu, pemerintah juga bersinergi dengan para stakeholder atau para pemangku kepentingan. Peran stakeholder di sini sebagai pihak lain yang terkait dengan adanya rencana moratorium dan pelaksanaannya. Berikut adalah bagan peran dari pihak-pihak terkait ketika diberlakukan moratorium 
1 menunjukkan adanya sinergi pemerintah dengan masyarakat. Masyarakat di sini berarti masyarakat pada umumnya serta para tokoh masyarakat. Di sini pemerintah memberikan penyuluhan terkait penggunaan lahan dan konversi lahan yang terjadi di Kota Semarang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai lahan agar tidak sembarangan menjual lahan atau mempergunakannya tidak sesuai dengan fungsinya. Tokoh masyarakat berperan sebagai penyambung lidah masyarakat dengan pihak lain. 
2 menunjukkan adanya sinergi pemerintah dengan pihak swasta. Pihak swasta di sini adalah para pemilik industri atau perusahaan serta forum kelompok industri atau perusahaan yang menaunginya. Sinergi yang dimaksud yaitu pemerintah melakukan perjanjian dengan pihak swasta terkait adanya konversi lahan yang mereka lakukan dan direncanakan, serta hubungan timbal balik di antara mereka, misalnya pada sektor ekonomi dan lingkungan. 
3 menunjukkan adanya sinergi pemerintah dengan Perguruan Tinggi. Di sini pemerintah merangkul civitas akademika untuk mendapatkan informasi yang valid dan berimbang. 
4 menunjukkan adanya hubungan pemerintah dengan Lembaga Swadaya Masyararakat (LSM). Di sini pemerintah mencari informasi terkait adanya penggunaan dan pengalihfungsian lahan yang ada di Kota Semarang. 
Dengan demikian diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta, masyarakat, perguruan tinggi, serta LSM agar morarium bisa berjalan dengan lancar. Jadi, pembangunan berkelanjutan tetap bisa dilaksanakan dan kerusakan lingkungan bisa dihindari guna keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. 

Langkah-Langkah Strategis yang Harus Dilakukan untuk Mengimplementasikan Moratorium Penggunaan Lahan sehingga Tujuan atau Perbaikan yang Diharapkan Dapat Tercapai 
Dengan moratorium yang ditetapkan, pemerintah bisa melakukan fokus terhadap pengawasan dan pengendalian pembangunan di setiap kawasan di Kota Semarang. Pengendalian pembangunan yang baik yaitu mampu menciptakan kelestarian lingkungan hidup sesuai rencana tata ruang sehingga tidak terjadi penyalahgunaan lahan. Pengaturannya yaitu dengan penetapan moratorium ini. Pertama kali yang harus dilakukan adalah mencari akar permasalahan dari adanya penyalahgunaan lahan di Kota Semarang dan mendata wilayah-wilayah yang rawan terjadi penyalahgunaan lahan serta menganalisis para stakeholder yang terkait di dalamnya. Kedua adalah melakukan pengkajian terhadap faktor terkait, seperti mengkaji data dan informasi yang telah didapat, serta menganalisis keinginan dan harapan dari para stakeholder dengan mengadakan FGD (Forum Group Discussion) terkait adanya penggunaan dan penyalahgunaan lahan di Semarang. Ketiga adalah menentukan kebijakan moratorium, serta mencari solusi terbaik untuk pembangunan berkelanjutan agar generasi mendatang tidak mendapatkan dampak negatif dari adanya penyalahgunaan lahan yang dilakukan. 

KESIMPULAN 

Gagasan yang Diajukan
Kami mengusulkan adanya peraturan pemerintah daerah Kota Semarang yaitu moratorium sebagian selama dua tahun. Atau dengan kata lain melakukan penundaan pemberian izin baru untuk penggunaan lahan atau pengkonversian lahan yang bertujuan untuk mengerem laju pertumbuhan penggunaan lahan, dan tetap mengizinkan pembangunan pemerintah Kota Semarang yang bersifat vital atau untuk kepentingan publik dan pembangunan swasta yang telah mendapatkan izin sebelum moratorium ditetapkan. 
Teknik Implementasi yang Akan Dilakukan 
Moratorium ini merupakan salah satu bentuk peraturan sementara yang ditetapkan oleh pemerintah yang dikaitkan dengan keseimbangan tata guna lahan dan pengelolaan. Program-program pemanfaatan ruang oleh sektor pembangunan (swasta atau pemerintah) secara teknik didasarkan pada pengelolaan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam seperti hutan, perkebunan, pertambangan, agar sesuai dengan rencana tata ruang. Moratorium bisa dilakukan dengan teknik pengawasan dan penertiban, pengawasan melalui sinergi pemerintah dan masyarakat serta penertiban melalui perizinan pembangunan. Adapun kegiatan penertiban, melalui pemeriksaan dan penyelidikan pelanggaran pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 
Teknik yang akan dilakukan berikutnya adalah dengan mencari permasalahan kondisi lahan yang ada di Kota Semarang dan menentukan tujuan yang ingin dicapai sebagai input pencarian solusi. Selanjutnya adalah dengan mengkaji faktor-faktor terkait penggunaan lahan di Kota Semarang. Untuk selanjutnya adalah melakukan moratorium penggunaan lahan dengan menetapkannya sebagai peraturan pemerintah daerah Kota Semarang, melakukan penyuluhan kepada masyarakat, dan melakukan kampanye dengan memasang spanduk, banner, dan lain sebagainya, serta melakukan pendekatan personal kepada pihak swasta terutama yang telah melakukan penyalahgunaan lahan. 
Prediksi Hasil yang Akan Diperoleh 
Dengan moratorium sebagian, pembangunan pemerintah yang bersifat vital atau untuk kepentingan publik tetap bisa terpenuhi dan pembangunan swasta yang telah mendapat izin sebelum moratorium ditetapkan bisa tetap dilaksanakan. Pemerintah juga bisa meninjau kembali pembangunan yang telah ada di wilayahnya dan meninjau ulang izin pembangunan yang masuk untuk melakukan pembangunan baru, serta melakukan pengawasan dan pengendalian terkait adanya penggunaan lahan. 
Adanya pembangunan yang terencana dengan melakukan pembatasan atau moratorium bisa terealisasikan dengan memperhatikan dampak positif dan negatif atas pengalihfungsian lahan serta berpedoman pada peraturan–peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan RTRW atau RDTRK. Selain itu, laju konversi lahan juga bisa ditekan. Dengan demikian, lahan yang digunakan bisa sesuai dengan peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Pembangunan berkelanjutan juga bisa dilaksanakan dan kerusakan lingkungan bisa dicegah guna keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. Serta pihak swasta tidak lagi melakukan pelanggaran terkait konversi lahan dan atau penggunaan lahan, sekalipun mereka telah mendapatkan izin dari oknum pejabat berwenang. Masyarakat juga bisa menggunakan lahannya sesuai dengan fungsi aslinya. 

DAFTAR PUSTAKA 
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta : Graha Ilmu. 
Consultant, Smart. 2008. “Persawahan di Belakang Graha Estetika” dalam http://smartedutainment.blogspot.com. Diunduh Selasa, 14 Februari 2012. 
Fauzi, Amin. 2011. “3 Kecamatan Haram Dibangun Pabrik” dalam http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/393099/. Diunduh Sabtu, 11 Februari 2012. 
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Penundaan Pemberian Izin Baru Dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer Dan Lahan Gambut 
Joko, Agus. 2012a. “Tambang Galian C Sigarbencah Ilegal” dalam http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/460930/. Diunduh Rabu, 8 Februari 2012. 
KLHS. “Mengenal KLHS” dalam http://www.klhsindonesia.org/main/statics/apa-itu-klhs/21. diunduh Selasa, 21 Februari 2012. 
KLHS. “Tujuan dan Manfaat KLHS” dalam http://www.klhsindonesia.org/main/statics/tujuan-dan-manfaat-klhs/87. Diunduh Selasa, 21 Februari 2012. 
Koesrijanti, Atik, dkk. 2007. Buku Pegangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Jakarta : Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 
REDD+. “Latar BelakanG dan Tujuan Moratorium” dalam http://reddplus.ukp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=81&Itemid=105. Diunduh Selasa, 14 Februari 2012. 
Richard. 2012b. “Aktivis Tolak Alih Fungsi Lahan Hutan Penggaron” dalam http://www.forestfinance.org/wp/?p=242. Diunduh Rabu, 8 Februari 2012. 
Rofiuddin. 2012. “DPRD Setujui Alih Fungsi Hutan Semarang” dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/02/07/058382240/DPRD-Setujui-Alih-Fungsi-Hutan-Semarang. Diunduh Selasa, 21 Februari 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar