Horeee!! Akhirnya boleh naik motor juga. Pertama kalinya diizinin buat naik motor sendiri (soalnya biasanya aku yang bonceng). Pulang Pekalongan bareng Dita dengan mengendarai motor sendiri-sendiri. Karena alasan A-B-C-D, kami sempat berhenti di jalan empat kali. Pertama ngisi bensin di motorku. Kedua nambah angin di motorku. Ketiga ngisi bensin motor Dita. Keempat berhenti karena aku mindah tas puggungku dari punggung ke depan badanku (gaje :P ).
Sepanjang perjalanan, kami berdua saling silang (jangan berpikiran negatif lho ya ^-^ maksudnya adalah kadang aku di depan dan kadang Dita yang di depan. Tapi, ketika sampai di daerah Mangkang, aku merasa ada yang mengikuti di belakangku (bukannya ke-ge-er-an). Waktu aku mengurangi kecepatan, dia juga. Aku nambah kecepatan, dia juga. Akhirnya pas sampai di Pasar Mangkang, aku pelanin motorku sepelan mungkin sambil nunggu Dita yang ada di belakangku. Alhasil orang itu ada di depanku. Alhamdulillah, aku lega. Pas ku lihat dari spion, Dita juga sudah di belakangku. Ketika aku menambah kecepatanku ternyata orang tadi jugaa melambatkan jalannya. Lalu aku salip dia, eh dia juga nambahin kecepatannya dan tepat berada di belakangku (Ya Allah, save me). Ketika itu di daerah (dimana aku lupa). Jalannya panjang banget, sepi, minim permukiman, orang itu masih di belakangku. Aku tambah kecepatan, dia juga nambah. Begitu seterusnya sampai kemudian orang itu belok di gang dan Dita muncul di belakangku. Alhamdulillah, aku benar-benar lega sekarang. Sepertinya memang benar, kalau terjadi gitu lagi stay cool saja. Mungkin orang seperti itu akan menyerah dan dia meninggalkan kita (kaum perempuan). Tapi kalau dia tidak enyah juga, cobalah cara lain a la-mu untuk menghadapi orang-orang seperti itu (good luck, girls ^^! ).
Sampai di Batang, musuh utamaku datang? Ngantuk!! (-.-). Aku baru ingat aku seorang pengantuk. Aku tahan deh rasa ini. Lebih-lebih karena jalan yang kulalui agak padat dan berisi kendaraan besar seperti berbagai tipe bus dan truk. Sampai ketika aku tak sadar aku merem alias tidur!! Ketika ku buka mataku aku kaget ternyata aku hampir menabrak marka jalan dengan kecepatan yang relatif kencang!! Alhasil aku langsung mengerem dengan tangan dan kakiku. Jadilah kakiku terserempet marka jalan. Begitu ku lihat kakiku, kaos kaki yang ku pakai sobek bagian jari kakinya dan kakiku agak luka (alhamdulillah belum ngluarin darah, tapi aku yakin nanti bakal ngluarin dan aku nggak boleh lihat sampai di rumah atau aku bakalan lemes kayak mau pingsan). Aku langsung melajukan motorku yang tak sempat jatuh ke samping Dita yang berhenti karena lampu sedang merah. (jangan beritahu dia ya, pembaca. Sampai tulisan ini ku buat aku belum ngasih tahu dia.). Alhamdulillah aku bersyukur. Pertama, karena ketika itu dibelakangku tak ada kendaraan lain terlebih kendaraan besar seperti yang ku sebutkan tadi. Kedua, aku dibuat bangun oleh-Nya ketika belum sempat ku menyentuh marka jalan. Ketiga, aku tak sampai jatuh dan langsung melaju ke arah Dita dengan muka seoolah tak ada apa-apa. Keempat, tak ada orang yang berteriak melihat kejadian itu sehingga tak ada yang panik dan sebagainya. Kelima, aku jadi tahu kenapa orang ngantuk tak boleh mengendara dan tahu alasan kenapa Bapakku tak sering berhenti di tepi jalan untuk sekedar beristirahat atau merem sebentar. Keenam, aku tak beritahu Dita karena mungkin dia akan tak sampai hati dan seterusnya. Ketujuh, tak langsung kulihat darah sehingga aku merasa masih sangat sehat.
Alhamdulillah sampai juga di Pekalongan. Sepanjang perjalanan tadi beberapa orang yang menyalipku memperatikanku. Mungkin mereka melihat kaos kakiku yang bolong. Hehe. Sampai ketika di lampu lantas Ponolawen, aku ingin tahu seperti apa bentuk kakiku sekarang. Astahgfirullah, benar ada darah. Sedikit tapi ini membuatku langsung lemas. Setelah lampu hijau, aku langsung mendahului Dita dan berharap menemukan warung atau sebagainya untuk tempat istirahatku. Ya Allah, badanku lemas seperti (ya kayak gitu). Ketika sudah tak kuat dan pandanganku berkunang-kunang, aku langsung menepikan motorku di depan Poltas. Antara mengharap dan tidak tak ku lihat Dita lewat. Aku langsung menyender pada pagar dan sesekali tidur dengan berbantal tas punggungku. Ya Allah, aku tidak kuat untuk sekedar membeli minum. Aku berharap ada orang yang menghampiriku, tapi nihil. Ku lihat ada beberapa orang di toko seberang jalan dan mereka hanya diam saja sejenak melihat ke arahku dan melanjutkan aktivitasnya. Ada orang yang berada di dalam Poltas memandangiku sejenak dan tak bergeming. Astaghfirullah, Ya Allah tolonglah hamba-Mu. Ternyata seperti ini rasanya sakit sendirian di tepi jalan dan tak membawa makan atau minuman. Pantas di Acara Minta Tolong begitu susah mencari orang untuk menolong dan mereka memberi orang tersebut dengan reward yang mereka berikan. Sampai kemudian ku lihat tiga Bapak berkendara sepeda yang baru menyeberang jalan. Seorang Bapak yang paling belakang terus memandangiku dan ku panggil beliau, “Pak, tolong, Pak.” pintaku. Bapak itu segera menghampiriku dan berdasarkan percakapan singkat kami, Bapak itu mau membelikan teh hangat untukku. (Alhamdulillah, terima kasih, Ya Allah). Lima belas menit aku menunggu Bapaknya, tapi beliau tak juga nampak. Apa warung itu begitu jauh? Semakin tak enak hati jika benar. Atau Bapak itu melanjutkan perjalanannya untuk bekerja. Mungn saja. Segera ku buang asumsi terakhir ini. Aku segera bangun ketika seperti aku sudah tak begitu lemas. Ku lihat di seberang jalan ada toko kelontong. Aku segera menyeberang. Ku beli susu dan roti dan menyeberang lagi. Ketika aku tengah minum, Bapak itu datang dengan membawa seplastik teh hangat. Aku jengah begitu Bapak itu melihatku tengah minum dan bilang, “Oh, sudah bawa tho.” aku hanya tersenyum tak enak hati dan segera mengalihkan pembicaraan tentang Bapak itu dan sesekali menceritakan kejadianku tadi karena Bapaknya menanyakan. Tak lama kemudian, Bapak itu pergi dan ketika aku akan memberi sesuatu Bapak itu menolaknya dan dia ikhlas dan berharap ke sembuhanku. Setelah itu Bapak itu pergi.
Dari percakapanku dengan Bapak baik hati tadi, ternyata anaknya baru kecelakaan dengan istri Bapak itu. Alhamdulillah istrinya sehat dan anaknya yang seumuranku, patah tulang kakinya. Sudah diobati memang, dibawa ke tukang pijat alternatif, tapi belum sembuh karena pijat tak hanya sekali agar bisa sembuh total. Bapak itu seorang tukang kuli dan bekerja di sekitar wilayah ini. Aku tak tanya tepatnya apa. Satu hal yang ku dapat, mayoritas orang berbuat baik karena dia telah mendapatkan atau merasakan alasan dia untuk berbuat tadi. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah dengan segala ke Mahaan-Nya. Semoga anak Bapak itu segera sembuh dan lancar rezekinya. Amin. Pertanyaanku sekarang adalah, benarkah seseorang harus mengalami A unuk berbuat baik dengan alasan karena mengalami A adalah tidak enak? Sekali lagi, ikhlas kuncinya.
Setelah itu, ku lanjutkan peralanan plangku. Begitu ku lihat HP, sepertinya Dita sudah sampai dan menyuruhku untuk berhati-hati. Aku tertawa dalam hati. Akku juga bilang dia untuk berhati-hati (serius ini, Dit, bukan asal jawab. Hehe). Sampai di pasar Wiradesa, aku membeli buah untuk Bapakku. Dengan berjalan agak pincang aku jadi ingat bagaimana nikmatnya sakit dan nyeri yang sempat ku lupakan. Setelah itu aku melanjutkan pulang dan masih mencari jambu merah yang tadi belum kutemukan. Aku berencana membelinya di samping kantor kelurahan di desaku. Eh, ternyata tutup. Aku langsung memutar arah. Begitu ku lihat kantor kelurahan masih buka, aku segera masuk ke sana karena ada urusan dengan Pak Lurahnya. Begitu ku lihat jam, aku kaget. Perjalananku sampai sini empat jam. Ya Allah, ternyata lama. Tapi alhamdulillah, aku mendapatkan banyak perjalanan hari ini. Untuk naik sendiri lagi? Ayok! \(^^)/
perjalanan sekaligus pelajaran berharga,
BalasHapusmakanya kalau tidak ingin ngantuk minum kopi dulu :D
sayangnya kantuk saya sembuh ketika saya tidur, sekalipun cuman merem beberapa detik. hehe.
Hapussalam kenal, kak, saya tika